TUGAS KAJIAN PROSA
Analisis Struktural Prosa “Bustanu al-Shalatin” Karya Nuruddin Ar-Raniri
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kajian Prosa
Dosen Pengampu : Deri Anggraini, S.Pd
Oleh :
Dewi
Hastarini
11144600101
PROGRAM STUDI PENDIDIDKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI
YOGYAKARTA
2012
BUSTANU
AL-SHALATIN
Bustanus al-Shalatin (Taman Raja-raja)
adalah buku yang dikarang oleh Nuruddin Ar-Raniri pada 1636.
Nuruddin Ar-Raniri adalah negarawan,
ahli fikih, teolog, sufi, sejarawan dan sastrawan penting dalam sejarah Melayu
pada abad ke-17. Nama aslinya adalah Syeikh Nuruddin Muhammad bin Ali bin
Hasanji bin Muhammad Hamid Ar-Raniri Al-Quraisyi. Ia diperkirakan lahir sekitar
abad ke-16 di Ranir (Rander), Gujarat,
India, dan wafat
pada 21 September 1658
di India.
Ia mengaku memiliki darah suku Quraisy,
suku yang juga menurunkan Nabi Muhammad SAW. Ayahnya adalah seorang pedagang
Arab yang bergiat dalam pendidikan agama (Piah dkk., 2002: 59-60). Pada tahun 1637, ia datang
ke Aceh, dan kemudian menjadi penasehat kesultanan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani (Iskandar
II) hingga tahun 1644. Nuruddin
adalah seorang yang berilmu tinggi, yaitu orang yang pengetahuannya tak
terbatas dalam satu cabang pengetahuan saja. Pengetahuannya sangat luas,
meliputi bidang sejarah, politik, sastra, filsafat, fikih, tasawwuf, perbedaan
agama, dan sufism. Beliau di katakan telah berguru dengan Sayyid Umar Abu Hafs Abdullah Basyeiban yang yang di India lebih dikenal
dengan Sayyid Umar Al-Idrus kerna adalah khalifah Tariqah Al-Idrus BaAlawi di
India. Ar-Raniri juga telah menerima Tariqah Rifaiyyah dan Qodariyyah dari guru
beliau. Putera Abu Hafs iaitu Sayyid Abdul Rahman Tajudin yang datang dari
Balqeum, Karnataka, India pula telah bernikah setelah berhijrah ke Jawa dengan
Syarifah Khadijah, puteri Sultan Cirebon dari keturunan Sunan Gunung Jati.
Kitab Bustanu al-Shalatin ini mulai ditulis kurang setahun
setelah Syekh Nuruddin berada di Aceh, tepatnya 4 Maret 1638, atas permintaan
Sultan Iskandar Tsani. Tujuannya ambisius, karena karangan ini ditulis dengan
maksud sebagai monografi lengkap yang bersifat keagamaan dan sekaligus sejarah
(Lombard 2006:42). Dalam manuskrip Raffles Malay 8, yang tersimpan di Royal Asiatic
Society London, disebutkan oleh pengarangnya pada halaman 4: “Wa sammaituhu
Bustan al-Salatin fi Dhikr al-Awwalin wa Akhirin. Dan dinamai faqir kitab ini
Bustanu al-Shalatin, artinya kebun segala raja-raja, dan menyatakan permulaan
segala kejadian dan kesudahannya.”
Latar belakang penciptaan Bustanu al-Shalatin adalah karena
permintaan Sultan Iskandar Tsani, pada halaman 3 manuskrip tersebut disebutkan:
“Dan kemudian dari itu pada tujuh puluh hari bulan Syawal, maka dititahkan yang
maha mulia faqir dengan titah yang tiada dapat tiada menjunjung dia sultan
mu`azzam yang hafan lagi murah, yang pertama besar martabat izzatnya, yaitu
Sultan Iskandar Tsani `Ala al-Din Mughayat Syah Johan berdaulat zill Allah fi
al-`alam…” Banyak sekali kitab Melayu, Arab dan Persia dijadikan sumber data
dan rujukan. Sumber kitab Melayu antara lain Taj al-Salatin (Bukhari
al-Jauhari), Hikayat Aceh, Hikayat Iskandar Dzulkarnain, Sulalat al-Salatin
atau Sejarah Melayu (Tun Sri Lanang), Hikayat Inderaputra, dan lain sebagainya.
Sumber
Arab dan Persi:
1. Kitab
Ajaib al-Malakut, karangan al-Kisa`i penulis Qisas al-Anbiya terkenal. Tentang
kitab al-Kisa`i disebutkan dalam Bab II fasal I Bustan
2. Kitab
Daqa`iq al-Haqa`iq karangan Imam al-Ghazali (w. 505 H/1111 M)
3. Mirsad
al-Ibad karangan sufi Persia dari Najamuddin Daya (wafat di Baghdad pada 654
H/1256 M). Dan banyak lagi.
Selain
itu Ar-Raniri juga
berhasil memimpin ulama Aceh menghancurkan ajaran tasawuf falsafinya Hamzah al-Fansuri yang dikhawatirkan dapat merusak akidah umat Islam
awam terutama yang baru memeluknya. Tasawuf falsafi berasal dari ajaran Al-Hallaj, Ibn 'Arabi, dan Suhrawardi, yang khas
dengan doktrin Wihdatul Wujud (Menyatunya Kewujudan) di mana sewaktu dalam
keadaan sukr ('mabuk' dalam kecintaan kepada Allah Ta'ala) dan fana'
fillah (hilang' bersama Allah),
seseorang wali mengeluarkan kata-kata yang lahiriahnya sesat atau menyimpang
dari syariat Islam.
Maka orang-orang yang tidak mengerti hakikat
ucapan-ucapan tersebut, dapat membahayakan akidah dan menimbulkan fitnah pada
masyarakat Islam. Karena individu-individu tersebut syuhud
('menyaksikan') hanya Allah sedangkan semua ciptaan termasuk dirinya sendiri
tidak wujud dan kelihatan seperti yang dikatakan wahdatul wujud.
Konstruksi wahdatul wujud ini jauh berbeda, dapat
dikatakan berlawanan dengan faham 'manunggaling kawula lan Gusti'. Karena pada
konsep 'manunggaling kawula lan Gusti', dapat diibaratkan seperti bercampurnya
kopi dengan susu-- maka substansi dua-duanya sesudah menyatu adalah berbeda
dari sebelumnya. Sedangkan pada faham wahdatul wujud, dapat diibaratkan seperti
satu tetesan air murni pada ujung jari yang dicelupkan ke dalam lautan air
murni. Ketika tidak dapat dibedakan air pada ujung jari dari air lautan. Karena
semuanya 'kembali' kepada Allah.
Maka pluralisme (menyamakan semua agama) menjadi
lanjutan terhadap gagasan dimana yang
penting dan utama adalah Pencipta, dan semua ciptaan adalah sama. Maka faham
ini, tanpa dibarengi dengan pemahaman dan kepercayaan syariat dapat membelokkan
akidah.
Nuruddin Ar-Raniri menulis
kurang-lebih 29 kitab, yang paling terkenal adalah "Bustanu
al-Shalatin". Namanya kini diabadikan sebagai nama perguruan tinggi agama
(IAIN) di Banda Aceh.
Karya-karya Besar Syeikh Nurruddin Ar-Raniry:
1. Kitab Al-Shirath al-Mustaqim (1634)
2. Kitab Durrat al-faraid bi Syarh al-‘Aqaid an Nasafiyah (1635)
3. Kitab Hidayat al-habib fi al Targhib wa’l-Tarhib (1635)
4. Kitab Bustanus al-Shalatin fi dzikr al-Awwalin Wa’l-Akhirin (1638)
5. Kitab Nubdzah fi da’wa al-zhill ma’a shahibihi 6. Kitab Latha’if al-Asrar
7. Kitab Asral an-Insan fi Ma’rifat al-Ruh wa al-Rahman
8. Kitab Tibyan fi ma’rifat al-Adyan
9. Kitab Akhbar al-Akhirah fi Ahwal al-Qiyamah
10. Kitab Hill al-Zhill
11. Kitab Ma’u’l Hayat li Ahl al-Mamat
12. Kitab Jawahir al-‘ulum fi Kasyfi’l-Ma’lum
13. Kitab Aina’l-‘Alam qabl an Yukhlaq
14. Kitab Syifa’u’l-Qulub
15. Kitab Hujjat al-Shiddiq li daf’I al-Zindiq
16. Kitab Al-Fat-hu’l-Mubin ‘a’l-Mulhiddin
17. Kitab Al-Lama’an fi Takfir Man Qala bi Khalg al-Qur-an
18. Kitab Shawarim al- Shiddiq li Qath’I al-Zindiq
19. Kitab Rahiq al-Muhammadiyyah fi Thariq al-Shufiyyah.
20. Kitab Ba’du Khalg al-samawat wa’l-Ardh
21. Kitab Kaifiyat al-Shalat
22. Kitab Hidayat al-Iman bi Fadhli’l-Manaan
23. Kitab ‘Aqa’id al-Shufiyyat al-Muwahhiddin
24. Kitab ‘Alaqat Allah bi’l-‘Alam
25. Kitab Al-Fat-hu’l-Wadud fi Bayan Wahdat al-Wujud
26. Kitab ‘Ain al-Jawad fi Bayan Wahdat al-Wujud
27. Kitab Awdhah al-Sabil wa’l-Dalil laisal li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil
28. Kitab Awdhah al-Sabil laisan li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil.
29. Kitab Syadar al-Mazid
Karya-karya Besar Syeikh Nurruddin Ar-Raniry:
1. Kitab Al-Shirath al-Mustaqim (1634)
2. Kitab Durrat al-faraid bi Syarh al-‘Aqaid an Nasafiyah (1635)
3. Kitab Hidayat al-habib fi al Targhib wa’l-Tarhib (1635)
4. Kitab Bustanus al-Shalatin fi dzikr al-Awwalin Wa’l-Akhirin (1638)
5. Kitab Nubdzah fi da’wa al-zhill ma’a shahibihi 6. Kitab Latha’if al-Asrar
7. Kitab Asral an-Insan fi Ma’rifat al-Ruh wa al-Rahman
8. Kitab Tibyan fi ma’rifat al-Adyan
9. Kitab Akhbar al-Akhirah fi Ahwal al-Qiyamah
10. Kitab Hill al-Zhill
11. Kitab Ma’u’l Hayat li Ahl al-Mamat
12. Kitab Jawahir al-‘ulum fi Kasyfi’l-Ma’lum
13. Kitab Aina’l-‘Alam qabl an Yukhlaq
14. Kitab Syifa’u’l-Qulub
15. Kitab Hujjat al-Shiddiq li daf’I al-Zindiq
16. Kitab Al-Fat-hu’l-Mubin ‘a’l-Mulhiddin
17. Kitab Al-Lama’an fi Takfir Man Qala bi Khalg al-Qur-an
18. Kitab Shawarim al- Shiddiq li Qath’I al-Zindiq
19. Kitab Rahiq al-Muhammadiyyah fi Thariq al-Shufiyyah.
20. Kitab Ba’du Khalg al-samawat wa’l-Ardh
21. Kitab Kaifiyat al-Shalat
22. Kitab Hidayat al-Iman bi Fadhli’l-Manaan
23. Kitab ‘Aqa’id al-Shufiyyat al-Muwahhiddin
24. Kitab ‘Alaqat Allah bi’l-‘Alam
25. Kitab Al-Fat-hu’l-Wadud fi Bayan Wahdat al-Wujud
26. Kitab ‘Ain al-Jawad fi Bayan Wahdat al-Wujud
27. Kitab Awdhah al-Sabil wa’l-Dalil laisal li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil
28. Kitab Awdhah al-Sabil laisan li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil.
29. Kitab Syadar al-Mazid
Tema yang dipilih Nuruddin ar-Raniri dalam kitab Bustanu
al-Shalatin tentang kisah raja-raja atau nabi yang berkaitan dengan keagamaan
yang simbolik, sebab walaupun dalam Bab II fasal 13 terdapat uraian panjang
lebar mengenai taman ghairah yang terdapat di kompleks istana Aceh, akan tetapi
uraian itu hanya bagian kecil dari keseluruhan perkara yang ingin dipaparkan.
Meskipun Nuruddin al-Raniri tidak secara tersurat menyebutkan bahwa kitab Sa`di
itu menjadi salah satu rujukannya, namun bagi mereka yang membaca karya Sa’di
setelah membaca Bustan al-Salatin akan dapat memahami kaitan kedua buku
tersebut. Dalam Bustan Sa’di dikatakan bahwa bunga, buah dan daun-daunan yang
berguna sebagai obat dalam sebuah kebon adalah perumpamaan bagi pelajaran
tentang adab, kearifan dan kebajikan dalam sebuah kitab.
Latar dalam kitab Bustanu
al-Shalatin ini adalah di taman raja-raja yang indah.
Dalam kitab ini menceritakan tentang
tokoh-tokoh para raja-raja dan nabi, dari Nabi Adam As hingga Nabi Muhammad SAW.
Bustanu al-Shalatin ditulis dengan harapan dapat melengkapi kitab
Taj al-Salatin (1603) karangan Bukhari al-Jauhari yang dianggapnya belum
lengkap.
Sudut pandang pengarang dalam kitab
ini adalah sebagai orang ketiga maha tahu, contohnya seperti pada bab II
menyatakan kejadian Sifat Batin dan Nyawa Adam.
Salah satu isi bab dari kitab Bustanu al-Shalatin pada
Bab II adalah menyatakan kejadian Sifat Batin dan Nyawa Adam terdiri dari 13
fasal. Fasal 1 menceritakan nabi-nabi dari Adam hingga Muhammad s.a.w. N Nyawa
Adam terbit dari Nur Muhammad. Karena hakikat dari Adam ialah Nur Muhammad.
Fasal 2-10 menceritakan raja-raja Persia, Byzantium, Mesir dan Arab. Fasal 11
menceritakan raja-raja Melaka dan Pahang. Fasal 13 menceritakan raja-raja Aceh
dari Ali Mughayat Syah hingga Iskandar Tsani, ulama-ulama Aceh yang terkenal,
Taman Ghairah dan Gegunungan yang terdapat dalam kompleks istana Aceh sebagai
simbol kemegahan dari kesultanan Aceh, dan upacara pula batee (penanaman batu
nisan Iskandar Tsani) oleh penggantinya, permaisuri almarhum Iskandar Tsani,
yaitu Sultanah Taj al-Alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar