Halaman

Minggu, 16 Desember 2012

Kajian Prosa


TUGAS KAJIAN PROSA
Analisis Struktural ProsaBustanu al-Shalatin” Karya Nuruddin Ar-Raniri
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kajian Prosa
Dosen Pengampu : Deri Anggraini, S.Pd





Oleh :
Dewi Hastarini
11144600101

PROGRAM STUDI PENDIDIDKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2012



BUSTANU AL-SHALATIN
Bustanus al-Shalatin (Taman Raja-raja) adalah buku yang dikarang oleh Nuruddin Ar-Raniri pada 1636.
Nuruddin Ar-Raniri adalah negarawan, ahli fikih, teolog, sufi, sejarawan dan sastrawan penting dalam sejarah Melayu pada abad ke-17. Nama aslinya adalah Syeikh Nuruddin Muhammad bin Ali bin Hasanji bin Muhammad Hamid Ar-Raniri Al-Quraisyi. Ia diperkirakan lahir sekitar abad ke-16  di Ranir (Rander), Gujarat, India, dan wafat pada 21 September 1658 di India. Ia  mengaku memiliki darah suku Quraisy, suku yang juga menurunkan Nabi Muhammad SAW. Ayahnya adalah seorang pedagang Arab yang bergiat dalam pendidikan agama (Piah dkk., 2002: 59-60). Pada tahun 1637, ia datang ke Aceh, dan kemudian menjadi penasehat kesultanan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani (Iskandar II) hingga tahun 1644. Nuruddin adalah seorang yang berilmu tinggi, yaitu orang yang pengetahuannya tak terbatas dalam satu cabang pengetahuan saja. Pengetahuannya sangat luas, meliputi bidang sejarah, politik, sastra, filsafat, fikih, tasawwuf, perbedaan agama, dan sufism. Beliau di katakan telah berguru dengan Sayyid Umar Abu Hafs Abdullah Basyeiban yang yang di India lebih dikenal dengan Sayyid Umar Al-Idrus kerna adalah khalifah Tariqah Al-Idrus BaAlawi di India. Ar-Raniri juga telah menerima Tariqah Rifaiyyah dan Qodariyyah dari guru beliau. Putera Abu Hafs iaitu Sayyid Abdul Rahman Tajudin yang datang dari Balqeum, Karnataka, India pula telah bernikah setelah berhijrah ke Jawa dengan Syarifah Khadijah, puteri Sultan Cirebon dari keturunan Sunan Gunung Jati.
Kitab Bustanu al-Shalatin ini mulai ditulis kurang setahun setelah Syekh Nuruddin berada di Aceh, tepatnya 4 Maret 1638, atas permintaan Sultan Iskandar Tsani. Tujuannya ambisius, karena karangan ini ditulis dengan maksud sebagai monografi lengkap yang bersifat keagamaan dan sekaligus sejarah (Lombard 2006:42). Dalam manuskrip Raffles Malay 8, yang tersimpan di Royal Asiatic Society London, disebutkan oleh pengarangnya pada halaman 4: “Wa sammaituhu Bustan al-Salatin fi Dhikr al-Awwalin wa Akhirin. Dan dinamai faqir kitab ini Bustanu al-Shalatin, artinya kebun segala raja-raja, dan menyatakan permulaan segala kejadian dan kesudahannya.”
Latar belakang penciptaan Bustanu al-Shalatin adalah karena permintaan Sultan Iskandar Tsani, pada halaman 3 manuskrip tersebut disebutkan: “Dan kemudian dari itu pada tujuh puluh hari bulan Syawal, maka dititahkan yang maha mulia faqir dengan titah yang tiada dapat tiada menjunjung dia sultan mu`azzam yang hafan lagi murah, yang pertama besar martabat izzatnya, yaitu Sultan Iskandar Tsani `Ala al-Din Mughayat Syah Johan berdaulat zill Allah fi al-`alam…” Banyak sekali kitab Melayu, Arab dan Persia dijadikan sumber data dan rujukan. Sumber kitab Melayu antara lain Taj al-Salatin (Bukhari al-Jauhari), Hikayat Aceh, Hikayat Iskandar Dzulkarnain, Sulalat al-Salatin atau Sejarah Melayu (Tun Sri Lanang), Hikayat Inderaputra, dan lain sebagainya.
Sumber Arab dan Persi: 
1.      Kitab Ajaib al-Malakut, karangan al-Kisa`i penulis Qisas al-Anbiya terkenal. Tentang kitab al-Kisa`i disebutkan dalam Bab II fasal I Bustan
2.      Kitab Daqa`iq al-Haqa`iq karangan Imam al-Ghazali (w. 505 H/1111 M)
3.      Mirsad al-Ibad karangan sufi Persia dari Najamuddin Daya (wafat di Baghdad pada 654 H/1256 M). Dan banyak lagi.
Selain itu Ar-Raniri juga berhasil memimpin ulama Aceh menghancurkan ajaran tasawuf falsafinya Hamzah al-Fansuri yang dikhawatirkan dapat merusak akidah umat Islam awam terutama yang baru memeluknya. Tasawuf falsafi berasal dari ajaran Al-Hallaj, Ibn 'Arabi, dan Suhrawardi, yang khas dengan doktrin Wihdatul Wujud (Menyatunya Kewujudan) di mana sewaktu dalam keadaan sukr ('mabuk' dalam kecintaan kepada Allah Ta'ala) dan fana' fillah (hilang' bersama Allah), seseorang wali mengeluarkan kata-kata yang lahiriahnya sesat atau menyimpang dari syariat Islam.
Maka orang-orang yang tidak mengerti hakikat ucapan-ucapan tersebut, dapat membahayakan akidah dan menimbulkan fitnah pada masyarakat Islam. Karena individu-individu tersebut syuhud ('menyaksikan') hanya Allah sedangkan semua ciptaan termasuk dirinya sendiri tidak wujud dan kelihatan seperti yang dikatakan wahdatul wujud.
Konstruksi wahdatul wujud ini jauh berbeda, dapat dikatakan berlawanan dengan faham 'manunggaling kawula lan Gusti'. Karena pada konsep 'manunggaling kawula lan Gusti', dapat diibaratkan seperti bercampurnya kopi dengan susu-- maka substansi dua-duanya sesudah menyatu adalah berbeda dari sebelumnya. Sedangkan pada faham wahdatul wujud, dapat diibaratkan seperti satu tetesan air murni pada ujung jari yang dicelupkan ke dalam lautan air murni. Ketika tidak dapat dibedakan air pada ujung jari dari air lautan. Karena semuanya 'kembali' kepada Allah.
Maka pluralisme (menyamakan semua agama) menjadi lanjutan terhadap gagasan  dimana yang penting dan utama adalah Pencipta, dan semua ciptaan adalah sama. Maka faham ini, tanpa dibarengi dengan pemahaman dan kepercayaan syariat dapat membelokkan akidah.
            Nuruddin Ar-Raniri menulis kurang-lebih 29 kitab, yang paling terkenal adalah "Bustanu al-Shalatin". Namanya kini diabadikan sebagai nama perguruan tinggi agama (IAIN) di Banda Aceh.
Karya-karya Besar Syeikh Nurruddin Ar-Raniry:
1. Kitab Al-Shirath al-Mustaqim (1634)
2. Kitab Durrat al-faraid bi Syarh al-‘Aqaid an Nasafiyah (1635)
3. Kitab Hidayat al-habib fi al Targhib wa’l-Tarhib (1635)
4. Kitab Bustanus al-Shalatin fi dzikr al-Awwalin Wa’l-Akhirin (1638)
5. Kitab Nubdzah fi da’wa al-zhill ma’a shahibihi 6. Kitab Latha’if al-Asrar
7. Kitab Asral an-Insan fi Ma’rifat al-Ruh wa al-Rahman
8. Kitab Tibyan fi ma’rifat al-Adyan
9. Kitab Akhbar al-Akhirah fi Ahwal al-Qiyamah
10. Kitab Hill al-Zhill
11. Kitab Ma’u’l Hayat li Ahl al-Mamat
12. Kitab Jawahir al-‘ulum fi Kasyfi’l-Ma’lum
13. Kitab Aina’l-‘Alam qabl an Yukhlaq
14. Kitab Syifa’u’l-Qulub
15. Kitab Hujjat al-Shiddiq li daf’I al-Zindiq
16. Kitab Al-Fat-hu’l-Mubin ‘a’l-Mulhiddin
17. Kitab Al-Lama’an fi Takfir Man Qala bi Khalg al-Qur-an
18. Kitab Shawarim al- Shiddiq li Qath’I al-Zindiq
19. Kitab Rahiq al-Muhammadiyyah fi Thariq al-Shufiyyah.
20. Kitab Ba’du Khalg al-samawat wa’l-Ardh
21. Kitab Kaifiyat al-Shalat
22. Kitab Hidayat al-Iman bi Fadhli’l-Manaan
23. Kitab ‘Aqa’id al-Shufiyyat al-Muwahhiddin
24. Kitab ‘Alaqat Allah bi’l-‘Alam
25. Kitab Al-Fat-hu’l-Wadud fi Bayan Wahdat al-Wujud
26. Kitab ‘Ain al-Jawad fi Bayan Wahdat al-Wujud
27. Kitab Awdhah al-Sabil wa’l-Dalil laisal li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil
28. Kitab Awdhah al-Sabil laisan li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil.
29. Kitab Syadar al-Mazid
Tema yang dipilih Nuruddin ar-Raniri dalam kitab Bustanu al-Shalatin tentang kisah raja-raja atau nabi yang berkaitan dengan keagamaan yang simbolik, sebab walaupun dalam Bab II fasal 13 terdapat uraian panjang lebar mengenai taman ghairah yang terdapat di kompleks istana Aceh, akan tetapi uraian itu hanya bagian kecil dari keseluruhan perkara yang ingin dipaparkan. Meskipun Nuruddin al-Raniri tidak secara tersurat menyebutkan bahwa kitab Sa`di itu menjadi salah satu rujukannya, namun bagi mereka yang membaca karya Sa’di setelah membaca Bustan al-Salatin akan dapat memahami kaitan kedua buku tersebut. Dalam Bustan Sa’di dikatakan bahwa bunga, buah dan daun-daunan yang berguna sebagai obat dalam sebuah kebon adalah perumpamaan bagi pelajaran tentang adab, kearifan dan kebajikan dalam sebuah kitab.
            Latar dalam kitab Bustanu al-Shalatin ini adalah di taman raja-raja yang indah.
            Dalam kitab ini menceritakan tentang tokoh-tokoh para raja-raja dan nabi, dari Nabi Adam As hingga Nabi Muhammad SAW.
             Bustanu al-Shalatin  ditulis dengan harapan dapat melengkapi kitab Taj al-Salatin (1603) karangan Bukhari al-Jauhari yang dianggapnya belum lengkap.
            Sudut pandang pengarang dalam kitab ini adalah sebagai orang ketiga maha tahu, contohnya seperti pada bab II menyatakan kejadian Sifat Batin dan Nyawa Adam.
Salah satu isi bab dari kitab Bustanu al-Shalatin pada Bab II adalah menyatakan kejadian Sifat Batin dan Nyawa Adam terdiri dari 13 fasal. Fasal 1 menceritakan nabi-nabi dari Adam hingga Muhammad s.a.w. N Nyawa Adam terbit dari Nur Muhammad. Karena hakikat dari Adam ialah Nur Muhammad. Fasal 2-10 menceritakan raja-raja Persia, Byzantium, Mesir dan Arab. Fasal 11 menceritakan raja-raja Melaka dan Pahang. Fasal 13 menceritakan raja-raja Aceh dari Ali Mughayat Syah hingga Iskandar Tsani, ulama-ulama Aceh yang terkenal, Taman Ghairah dan Gegunungan yang terdapat dalam kompleks istana Aceh sebagai simbol kemegahan dari kesultanan Aceh, dan upacara pula batee (penanaman batu nisan Iskandar Tsani) oleh penggantinya, permaisuri almarhum Iskandar Tsani, yaitu Sultanah Taj al-Alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar